Dari Ruang Retak, Sejarah Dibaca Ulang sebagai Tindakan Bersama.

Photo by Muni MooN

“Sejarah selalu merembes ke dalam keseharian kita, membentuk cara bicara, gestur tubuh, hingga makanan yang kita makan tanpa kita sadari, ia membentuk siapa kita hari ini.” Jompet Kuswidananto

Surabaya, 19 April 2025 – Di lantai tiga Pasar Tunjungan yang kusam, retak, dan sunyi, sebuah narasi yang terpinggirkan mulai bersuara. Pameran tunggal Jompet Kuswidananto bertajuk ARAK-ARAK: Midnight Haze and The Drifting Flocks menghadirkan bukan hanya instalasi seni, melainkan pengalaman emosional menyusuri jejak ingatan dan luka kolektif yang selama ini luput dari pembacaan sejarah arus utama.

Diprakarsai oleh ARTJOG sebagai bagian dari Road to ARTJOG 2025, pameran ini memilih ruang yang rapuh sebagai tubuh bagi narasi yang lebih rapuh lagi. Sejarah yang terpinggirkan, suara yang dibungkam, dan trauma yang diwariskan. Jompet menghidupkan ruang terbengkalai ini menjadi panggung bagi mereka yang selama ini tak terdengar.

“Sejarah itu seperti kerumunan. Ia berdesakan ingin masuk ke dalam pintu hati kita. Tapi yang paling besar badannya, yang paling dijaga dan difasilitasi, dialah yang akan dapat tempat,” kata Jompet dalam temu media di Hotel Majapahit, Surabaya, Sabtu, (19/04/2025).

Pameran ini diselenggarakan sejak tanggal 19 April – 3 Mei 2025 di Pasar Tunjungan. Menampilkan 21 karya lintas waktu, dari tahun 2001 hingga karya terbaru yang diciptakan khusus untuk pameran di Surabaya ini. Melalui instalasi multimedia kombinasi objek kinetik, permainan cahaya, dan bebunyian yang terorkestrasi, Jompet menciptakan garis waktu imajiner yang menelusuri sejarah kolonial, pergolakan ideologi, hingga ekspresi “wong kalah” sebagai simbol keterpurukan sekaligus keteguhan rakyat dalam menatap masa depan.

Sebagai seniman, Jompet tidak hanya menciptakan karya, ia menghidupkan kembali pertanyaan-pertanyaan penting tentang siapa yang berhak menulis sejarah. Ia memprovokasi kesadaran kita untuk bertanya, di mana letak luka yang belum sembuh? Siapa yang selama ini dilupakan?

Kolaborasi Jompet dengan Ayos Purwoaji, penulis dan kurator asal Surabaya, mempertegas kontekstualitas ruang dan sejarah kota. Surabaya dengan lanskap historis seperti Hotel Majapahit yang menyimpan peristiwa perobekan bendera menjadi medan yang ideal untuk mengangkat kembali narasi-narasi rakyat yang selama ini tak terdengar.

“Pameran ini adalah perjalanan lintas waktu yang membabar sejarah sebagai gema yang tak pernah benar-benar padam. Ia terus beresonansi dan membentuk realitas hari ini.” Tulis Ayos dalam pengantar pameran Arak-Arak.

Menurut Ayos, Jompet tidak sekadar menampilkan potongan sejarah, tetapi membangun koreografi tubuh, suara, dan cahaya yang menangkap denyut kota dan memorinya. Teater menjadi napas penting dalam karya Jompet, massa bukan hanya penonton, tetapi aktor yang memainkan perlawanan, perayaan, dan amarah yang tak lagi bisa dibungkam.

“Di jalanan, segala bentuk ekspresi bisa dipanggungkan sekaligus dipertarungkan. Dan semoga, kita tak kehilangan kendali atas kebebasan bersuara di masa depan yang penuh ketidakpastian.” Tulis  Ayos Purwoaji

Pameran ARAK-ARAK menjadi salah satu penanda dari keberlanjutan misi ARTJOG, yang sejak didirikan pada 2008 sebagai Jogja Art Fair, berkomitmen untuk mendekatkan seni kepada masyarakat sedekat-dekatnya. Kini di edisi ke-18, ARTJOG tak hanya menjadi peristiwa seni tahunan, tetapi juga ruang berbagi pengetahuan, pengalaman estetika, serta perkembangan seni kontemporer yang terus bergerak dinamis.

Tahun ini, ARTJOG mengangkat tema Motif: Amalan, sebuah eksplorasi atas pertanyaan mendasar, dapatkah seni dipahami sebagai bentuk tindakan baik? Tema ini menantang pandangan konvensional yang selama ini menjadikan estetika sebagai tolok ukur utama nilai seni. ARTJOG 2025 justru mengajak kita melihat seni sebagai praktik yang bermakna dan membawa kebaikan kepada masyarakat luas.

ARTJOG 2025 akan diselenggarakan dari tanggal 20 Juni hingga 31 Agustus 2025 di Jogja National Museum, Yogyakarta.  Menjadi puncak dari kolaborasi tiga tahun bersama kurator Hendro Wiyanto. Di dalamnya, akan hadir karya dari 48 seniman dewasa—dari dalam dan luar negeri, serta 44 seniman anak dan remaja. Selain pameran utama, pengunjung dapat menikmati beragam program pendukung seperti ARTJOG Performances, Curatorial Tour, Meet The Artist, hingga Jogja Art Weeks, yang memperkaya pengalaman menikmati seni dalam berbagai bentuknya.

Pameran ARAK-ARAK sebagai  ruang untuk mengingat. Sebab dalam mengingat, kita belajar menyembuhkan. Dan dalam menyembuhkan, kita kembali menjadi manusia seutuhnya.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *