Cerita yang Tidak Ditulis Tentang Papua

Foto/dok

Setiap tanggal 1 Desember, mahasiswa Papua di berbagai kota rutin menggelar aksi damai. Hari ini, Senin 1 Desember 2025, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Surabaya kembali turun ke jalan untuk memperingati Hari Kemerdekaan West Papua, yang merujuk pada pengibaran pertama Bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 1961.

Sejak pukul 09.30, massa aksi berkumpul di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan No. 10 Surabaya. Dari titik itu, mereka bergerak menuju Gedung Negara Grahadi sebagai lokasi utama penyampaian aspirasi. Aksi yang berlangsung hingga pukul 17.00 WIB ini diadakan secara terbuka, untuk menyuarakan tuntutan secara langsung.

Mugi Bunai, Juru Bicara Aksi sekaligus perwakilan AMP Surabaya, Ia menegaskan bahwa aksi ini dilakukan secara damai dan bertujuan memberikan ruang bagi mahasiswa Papua menyampaikan pandangan mereka mengenai situasi di tanah Papua serta alasan mengapa 1 Desember tetap menjadi tanggal penting bagi mereka.

Untuk memahami konteks aksi, latar belakang tuntutan, serta makna 1 Desember bagi mahasiswa Papua di perantauan, Adreena Media melakukan wawancara  dengan Mugi Bunai.

Apa makna 1 Desember bagi Anda secara pribadi?

Memperingati hari kemerdekaan bangsa West Papua adalah momen refleksi perjuangan pembebasan rakyat Papua bukan sekadar peringatan politik, tetapi kesempatan untuk mengenang sejarah, mendengar cerita orang tua, dan memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua adalah jalan demokratis bagi Rakyat West Papua.

Cerita sejarah apa tentang Papua yang Anda dengar dari keluarga, tetapi tidak pernah Anda temui di buku pelajaran?

Cerita dari orang tua saya maupun keluarga saya di Papua. Tahun semasa orang tua ada orang luar (Belanda dan Indonesia) yang datang ke wilayah Papua. Tetapi keluarga saya tidak sadar kalau orang luar (investor) merampas sumber daya alam, dan awalnya pendekatan aparat TNI-Polri terhadap masyarakat baik kemudian bangun pos militer di wilayah pengunungan tapi orang tua cerita kalau bangun pos itu untuk bunuh kita terutama mencari orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa West Papua.

Menurut Anda, apa bagian dari sejarah Papua yang paling disalahpahami publik nasional?

Memang saya tahu dan saya mengikuti bahwa banyak masyarakat Indonesia percaya dengan media arus utama mengenal Papua hanya melalui konflik dan politik integrasi, padahal sejarah sosial-budayanya jauh lebih panjang. Kesalahpahaman terbesar adalah menganggap perbedaan cara pandang Papua sebagai ancaman, bukan sebagai ekspresi identitas. Dan disini saya mau sampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia maupun masyarakat Papua. Bahwa bangsa Papua adalah milik bagi siapa dia yang memperjuangkan, hak-hak asasi manusia, hak Ulayat masyarakat Papua, menyuarakan kebebasan bagi umat manusia di dunia dan bersuara atas hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua, biar dia kulit putih, rambut lurus, rambut keriting, serta dia dari wilayah lain.

Apa perubahan paling besar yang Anda lihat di kampung halaman dalam 10 tahun terakhir?

Perubahan infrastruktur yang masif seperti jalan, bandara, dan jaringan komunikasi tetapi sering kali tidak diikuti peningkatan kesejahteraan. Kampung terasa lebih terbuka, tetapi juga lebih rapuh secara ekologis dan sosial.

Bagaimana ekspansi tambang atau industri memengaruhi kehidupan masyarakat adat?

Ekspansi tambang atau perusahaan industri ekstraktif di Papua adalah tidak lain selain eksploitasi sumber daya alam berlangsung masif laju deforestasi mencapai 765,71 hektar (2024) dan proyek strategis nasional mengklaim hingga 20 juta hektar hutan primer. Konsesi tambang meliputi PT Freeport Indonesia (116.784 ha), PT Iriana Mutiara Idenburg (92.280 ha), PT ANTAM (49.830 ha), PT Abisha Bumi Persada (23.324 ha), PT Sentra Sukses Kencana (21.160 ha), PT GAG Nikel (13.136 ha), dan PT SDIC Indonesia (200 ha). Papua memiliki sejumlah blok sumber daya alam strategis dengan cadangan yang sangat besar. Blok Weiland menyimpan cadangan emas di Mapiha (Dogiyai). Blok Warim di Agimuga (Mimika) memiliki cadangan minyak ±25,968 miliar barel dan gas 47,37 TCF, bahkan disebut melampaui Blok Marsela di Ambon. Blok Wabu di Intan Jaya mengandung 8,1 juta ton emas dengan potensi nilai mencapai 2.217 triliun rupiah. Blok Bobara di Kaimana–Fakfak memiliki cadangan minyak dan gas 6,8 miliar barel di area seluas 8.444 km². Selain itu, PT Freeport Indonesia masih memiliki cadangan 1,3 juta miliar ton bijih yang dapat ditambang hingga 2041, ditambah sumber daya mineral lain sekitar 3 miliar ton. Area Grasberg, Kucing Liar, dan DMLZ diproyeksikan terus berproduksi hingga 2041–2052 menggunakan teknologi tambang bawah tanah yang sudah mencapai kedalaman 1.500 meter. Eksploitasi besar-besaran ini berdampak serius pada lingkungan dan masyarakat Papua. Lebih dari 300 komunitas adat bergantung pada hutan, sementara 20 kabupaten mengalami deforestasi antara 2011–2020. Sejumlah perusahaan sawit dan perkebunan merusak ratusan hingga jutaan hektar hutan, termasuk 2,6 juta hektar di Merauke. Setiap tahun, hutan Papua kehilangan sekitar 19.426 hektar, dan sejak 2002–2023 Indonesia menjadi negara dengan kehilangan hutan primer tropis terbesar kedua di dunia, mencapai 10,5 juta hektar.

Apa pengalaman paling kuat yang membuat Anda terlibat dalam gerakan ini?

Melihat ketidakadilan secara langsung seperti diskriminasi terhadap mahasiswa, cerita dari keluarga tentang hilangnya tanah adat, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan marginalisasi terhadap masyarakat secara terus menerus mulai dari 19 Desember 1961 Trikora atau operasi militer Indonesia terhadap masyarakat Papua hingga banyak korban jiwa. Operasi sampai hari ini sudah tercatat 24 operasi militer yang lancar oleh rezim ke rezim, hal ini yg menjadi pemicu kuat untuk terlibat dalam advokasi yang damai dan berjuang secara bermartabat.

Di tengah stigma yang kuat, apa tantangan terbesar mahasiswa Papua hari ini ketika menyuarakan pendapat?

Kami sebagai aktivitas kemerdekaan bangsa West Papua tidak merasa ada tantangan dan percobaan dari pihak manapun tetapi kami tahu bahwa hal itu adalah dinamika yang harus di hadapi sebagai seorang pejuang. Berpihak kontra terhadap isu politik Papua pasti mereka membuat berbagai stigma tujuannya adalah menghilangkan sejarah politik Papua tetapi kami pejuang kemerdekaan bangsa West Papua berjuang secara bermartabat dan damai serta kami tetap meneruskan sejarah perjuangan pembebasan nasional Papua Barat ini.

Bagaimana Anda menggunakan media sosial untuk menjelaskan isu Papua tanpa disalahpahami?

Saya menggunakan media sosial untuk menjelaskan isu Papua secara faktual agar publik paham konteks, bukan hanya stigma. Mengutip sumber terpercaya dari peneliti, lembaga resmi, atau komunitas Papua. Mengunggah saat ada momentum penting agar pesan relevan. Dengan bahasa sederhana, data akurat, dan visual ringkas supaya tidak mudah disalahpahami.

Apa bentuk solidaritas yang paling berarti dari mahasiswa non-Papua?

Mendengar tanpa menginterupsi, bertanya dengan tulus, serta berani menyanggah stereotipe ketika muncul di ruang kampus. Solidaritas nyata sering terlihat bukan saat demo besar, tetapi dalam, diskusi kolektif, lapak baca, aksi dan percakapan sehari-hari yang mengubah persepsi serta melihat musuh bersama yaitu kapitalisme, militer dan imperialisme serta kolonialisme.

Jika diberi ruang dialog yang setara, apa hal pertama yang ingin Anda sampaikan kepada pemerintah pusat?

Dialog harus dimulai dari pengakuan atas luka sejarah status politik, dan hak masyarakat adat atas tanah. Harus diagendakan untuk referendum dan harus di mediasi oleh pihak ketiga (PBB).

Seperti apa masa depan yang Anda bayangkan untuk Papua dalam 20 tahun ke depan?

Jika pola kolonial-kapitalisme dan operasi keamanan masih berlangsung, masa depan Papua dalam 20 tahun bisa ditandai oleh tekanan makin besar pada tanah adat, ketimpangan ekonomi yang bertahan, serta ruang masyarakat sipil yang semakin sempit. Namun, kami sebagai pejuang kemerdekaan bangsa West Papua tetap memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.

Apa hal kecil yang menurut Anda bisa dilakukan publik Indonesia untuk memahami Papua lebih baik?

Diskusi, aksi, lapak baca di area akademik, Lembaga masyarakat, gerakan alternatif dan gunakan media alternatif serta pendidikan alternatif untuk membangun kesadaran agitasi-proganda terkait isu Papua yang lebih luas kepada masyarakat di dunia.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *